Pintar tapi Bodoh

Setiap perjalanan dalam hidup ini pasti ada perubahan, baik itu perubahan secara cepat maupun perubahan yang lambat, dan hal inilah yang saya rasakan terjadi pada diri saya akhir-akhir ini. Seringkali dalam menjalani hidup saya sering lupa diri dan melupakan apa esensi dari hidup itu sendiri. Ketika hidup ini mulai terasa nyaman, punya teman-teman yang baik, prestasi cukup baik, aktif dalam banyak kegiatan, dan finasial yang terjamin, tujuan awal yang telah saya tanam di dalam hati makin hari makin menipis, rasanya ingin berhenti saja pada zona nyaman ini dan terus 'menikmati hidup' yang hanya satu kali ini tanpa berurusan dengan tujuan awal yang akan merusak 'kenikmatan hidup' ini.

Zona nyaman ini telah membuat saya ber'evolusi' menjadi 'orang pintar', 'orang pintar' yang tahu bagaimana cara menikmati hidup dalam dunia ini, layaknya slogan yang sering diucapkan para penikmat hidup 'hidup itu cuma sekali, nikmatilah apa yang ada'.

Saya yang telah berubah menjadi 'orang pintar' ini semakin hari menjadi semakin egois, tidak mau tahu urusan orang lain, yang penting diri sendiri nyaman, pokoknya saya adalah 'raja' dalam hidup saya, dan zona nyaman adalah daerah kekuasaan saya. Sebagai raja saya harus dipuaskan dan saya selalu benar, itulah peraturan yang harus diingat oleh orang-orang yang ingin beraliansi dengan saya.

Perjalanan saya sebagai 'orang pintar' tampaknya mulai sulit, orang-orang mulai menentang, muncul 'musuh-musuh' yang akan mengganggu daerah teritori, "benar-benar kurang ajar!", umpat saya dalam hati. Hampir setiap hari hidup yang seharusnya bisa 'dinikmati' ini menjadi hambar, suasana hati menjadi gelap, dan semuanya ini akibat kedatangan 'musuh-musuh' sialan itu. "Tampaknya tidak ada ruang lagi untuk kesabaran, saatnya menyerang dan menghabisi 'musuh-musuh' sialan itu", hal itulah yang terpikirkan oleh saya ketika mencari jalan terbaik untuk mempertahankan zona nyaman saya.

Akhirnya perang pun meletus, saya menggunakan semua cara yang dapat dilakukan untuk memenangkan perperangan ini. Seluruh pasukan saya kerahkan, strategi-strategi licin pun tersusun sangat rapi dan berhasil menghalau musuh, tidak ada kesempatan bagi 'mereka' untuk menang. Tidak akan pernah ada, mau tahu kenapa alasannya? Ya, alasannya hanya karena saya 'orang pintar'.

'Kemenangan' akhirnya memang menjadi milik saya. 'Daerah kekuasaan' saya berhasil dipertahankan dan musuh berhasil saya singkirkan, tapi kenapa ada perasaan tidak tenang ini, perasaan khawatir yang tidak tahu dari mana pangkalnya. Sehabis peperangan ini, 'daerah kekuasaan' saya akan saya kembangkan lebih lagi, saya akan mencari aliansi sebanyak-banyaknya dan meraih kekuasaan sebesar-besarnya, pokoknya saya harus menjadi no.1, dan saya pasti bisa karena saya pintar.

Pada akhirnya, saya memang berhasil memperluas 'daerah kekuasaan' saya, tetapi orang-orang yang dulu dekat dengan saya menjadi semakin menjauh, mereka lebih suka bergaul dengan 'orang-orang bodoh' yang hanya berfokus pada tujuan hidup mereka dan tidak menikmati hidup, benar-benar 'orang bodoh'. Akibat dari bergaul dengan orang bodoh adalah bertambahnya populasi orang bodoh di dunia ini dan mereka harus disingkirkan dari hidup ini.


Hidup selalu berjalan, dan saya pun telah menjadi tua dan rentah, tanpa seorang pun teman dekat atau keluarga. Saya benar-benar merasa kesepian. Saya rindu disaat-saat ketika saya belum menjadi 'orang pintar', dimana saya bersama teman-teman dan keluarga saya saling memdukung dan membantu jika ada yang kesusahan, dimana mereka akan mengingatkan saya untuk berfokus pada tujuan hidup saya dan memberikan yang terbaik pada Sang Pencipta lewat hidup yang cuma sekali ini. Saya benar-benar rindu saat itu. Saya benar-benar bodoh karena tidak menghargai teman-teman saya yang mencoba mengingatkan saya waktu itu. Saya malah menganggap mereka 'musuh-musuh' yang mencoba merebut daerah teritori saya, padahal mereka justru ingin menyelamatkan saya. Saya menyesal telah 'menyingkirkan' mereka dan saya sangat menyesak karena telah melupakan tujuan hidup saya. Ah, saya benar-benar bodoh.

Yaa, akhirnya di sinilah saya, tergeletak tak berdaya di atas tempat tidur hanya ditemani sang pencabut nyawa yang terus-terusan mentertawakan saya atas kebodohan saya.
"Welcome to the Hell, only for stupid persons."


Comments

Popular Posts