Just Do Something! Lakukanlah Sesuatu!

"Kehendak Allah-lah bagi Anda membaca buku ini. Ya, saya mengatakannya kepada Anda....Dari jutaan buku di dunia, Anda menemukan buku ini. Wow... Saya gemetar. Jangan lewatkan momen yang dirangkai secara ilahi ini. Jika Anda melewatkan momen ini, maka akan tercipta peluang besar Anda akan sepenuhnya melewatkan kehendak Allah sepanjang kehidupan Anda dan akan menghabiskan masa hidup Anda dalam kesengsaraan dan penyesalan." Begitulah bunyi paragraf pertama kata pengantar dari buku Just Do Something karangan Kevin DeYoung ini. 

Ketika membaca paragraf tersebut saya langsung mengerutkan dahi, tanda tak setuju dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Joshua Harris, penulis kata pengantar tersebut. Tetapi setelah membaca kata pengantar tersebut, saya merasa lega karena ternyata yang dimaksudkan penulis tidak demikian.

Buku ini dimulai dengan memaparkan tujuannya, yaitu bukan sekedar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pencarian kehendak Allah dalam pencarian keputusan, melainkan untuk menyadarkan kita sebagai anak muda yang terlalu menyukai kebebasan, untuk mengambil tanggung jawab, membuat keputusan, dan mengambil tindakan akan hidup kita. Kita cenderung hidup dengan pemahaman konvesional akan kehendak Allah yang membuat kita menjadi plin-plan dalam mengambil keputusan, bahkan takut jika masa depan kita akan hancur akan keputusan kita. Jadi kecenderungan kita adalah mencoba-coba atau hanya berdiam diri sampai kita mempunyai keyakinan.

Pemahaman konvensional mengenai kehendak Allah mendefinisikan kehendak Allah sebagai jalan yang akan kita ikuti ke masa depan. Allah mengetahui jalan itu dan Dia telah menyediakannya untuk kita ikuti. Tanggung jawab kita adalah menemukan jalan itu, yaitu rencana Allah bagi hidup kita. Kita harus menemukan jalan dari sekian jalan yang seharusnya kita ikuti, yang telah direncanakan oleh Allah. Jika kita membuat keputusan yang benar, kita akan menerima kemurahan hati-Nya, menggenapi takdir ilahi dan berhasil dalam hidup kita. Jika kita salah memilih, kita akan tersesat, melewatkan kehendak Allah dalam hidup kita, dan akan tersesar selamanya dalam labirin yang tidak dipahami. 

Pemahaman konvensional ini merupakan cara yang salah menurut penulis (dan saya setuju) karena kenyataannya mengharapkan Allah untuk mengungkapkan kehendak berdasarkan tuntunan-Nya yang tersembunyi merupakan suatu undangan kepada kekecewaan dan kebimbangan. Mempercayai kehendak Allah berdasarkan ketetapan-Nya itu baik. Mengikuti kehendak Allah berdasarkan keinginan-Nya adalah ketaatan. Hanya menanti-nantikan kehendak Allah berdasarkan tuntunan-Nya adalah sesuatu kekacauan.

Mungkin sampai bagian ini banyak yang akan mengerutkan dahi karena bingung dengan pernyataan si penulis. Apakah jika demikian kita tidak boleh menanti-nantikan kehendak Allah? Sebenarnya yang dipermasalahkan oleh si penulis adalah sikap pasif yang muncul ketika kita hanya menanti-nantikan kehendak Allah tanpa berbuat sesuatu apapun. Asyik berpikir bahwa kita bisa-dan perlu mengetahui-apa yang Allah inginkan dalam setiap langkah yang kita ambil, hanya berpikir dan tidak berani melangkah sampai kita mendapat pemahaman ilahi itu dari Allah. Allah bukanlah 8 bola ajaib yang kita goncangkan dan intip setiap kali kita harus membuat keputusan. Dia adalah Allah yang baik yang memberi kita otak, menunjukkan jalan ketaatan pada kita, dan mengundang kita untuk mengambil resiko bagi Dia. 

Seringkali hal-hal yang membuat kita dengan sangat giat berusaha mencari kehendak Allah adalah ketika kita menghadapi keputusan-keputusan non-moral seperti dimana saya harus bekerja, siapa yang harus saya nikahi, dimana saya harus tinggal, hal-hal yang tidak secara jelas dinyatakan di Alkitab. Allah tidak menyatakan kita harus tinggal di Bandung atau Jakarta, harus bekerja sebagai programmer atau designer, karena hal-hal tersebut bukanlah persoalan terpenting dalam Alkitab. Maksudnya adalah bukannya Allah tidak peduli akan hal-hal penting dalam hidup kita, tetapi seharusnya kita menggunakan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan bagaimana kita bisa bertindak dengan adil, mengasihi dengan kemurahan hati, dan berjalan bersama Allah dengan kerendahan hati, baik kita mau tinggal di Bandung atau Jakarta, bekerja sebagai programmer atau designer. Sikap kita yang pasif dan hanya menunggu-nunggu kehendak Allah atau mencoba-coba mencari tahu manakah jalan yang merupakan kehendak Allah menyatakan secara tidak langsung bahwa kita memiliki Allah yang tidak berterus terang, Allah yang suka bermain petak umpet dengan umatnya. 

Lalu, bagaimanakah seharusnya saya mencari kehendak Allah? Jawabannya adalah cara seperti dalam Matius 6:25-34. Yesus tidak ingin kita khawatir mengenai masa depan karena Allah mengetahui apa yang kita perlukan untuk hidup. Kekhawatiran dan kecemasan tidak sekedar merupakan kebiasaan buruk atau keganjilan. Kedua-duanya merupakan buah-buah dosa yang timbul dari ketidakpercayaan. Jalan Tuhan tidak menunjukkan pada kita bagaimana hari esok atau memberi tahu kita keputusan apa yang harus kita buat besok. Itu bukanlah jalan-Nya karena itu bukan jalan iman, cara Allah adalah memberi tahu kita bahwa Dia mengetahui hari esok, Dia memedulikan kita, dan oleh karena itu kita tidak seharusnya khawatir. Dia tidak memanggil kita untuk mencari suatu perkataan ilahi sebelum memilih pekerjaan atau pergi jalan-jalan. Dia memanggil kita untuk sekuat tenaga mengikuti Dia, perintah-Nya, dan kemuliaan-Nya. Keputusan dalam kehendak Allah bukanlah pilihan antara Bali atau Singapore, Teknik atau Seni, pacaran atau tidak; itu adalah keputusan sehari-hari yang kita hadapi untuk mencari kerajaan Allah atau kerajaan kita sendiri, menyerah pada ketuhanan-Nya atau tidak, hidup berdasarkan hukum-Nya atau kehendak diri sendiri. Pertanyaan yang seharusnya kita tanyakan adalah "Apakah saya mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, kekuatan, dan akal budi saya, serta apakah saya mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri?" dalam setiap lengkah di hidup kita.

Satu hal lagi yang perlu kita perhatikan mengenai pencarian kehendak Allah (yang sebenarnya banyak hal penting yang dibukakan di buku ini, tetapi jika saya sharingkan semuanya bisa jadi satu buku :D) adalah hikmat. Bukan berarti ketika kita tidak boleh pasif kita bebas untuk mengambil setiap tindakan yang ada, tetapi kembali lagi ke hal yang paling penting bagi Allah, bagaimana kita bisa mengasihi Allah dan sesama secara optimal. Hikmat kita perlukan untuk menuntun kita agar kita bisa berpusat pada Allah karena hikmat merupakan pemahanan terhadap takut akan Tuhan dan menemukan pengetahuan akan Allah. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh hikmat? Menurut Amsal 2:1-6, ada 3 cara memperoleh hikmat: (1) Menyimpan perintah Allah (2) Memalingkan telinga kita kepada hikmat dan (3) Meminta hikmat itu sendiri kepada Allah. 

Berjalan di jalan hikmat secara praktisnya dapat kita lakukan dengan kita meneliti kitab suci, mencari nasihat yang bijaksana, dan berdoa pada Tuhan. Apa yang kita doakan pada Tuhan jikalau kita tidak meminta Allah untuk mengatakan dengan jelas apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama kita berdoa meminta terangnya sehingga kita dapat memahami Alkitab dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Kedua, berdoa meminta hikmat, agar kita dapat mengambil keputusan yang baik yang akan membantu kita semakin menyerupai Kristus dan membawa kemuliaan-Nya. Ketiga, berdoa meminta motivasi yang baik, meminta sikap percaya, iman dan ketaatan dalam setiap pengambilan keputusan kita. Keempat adalah kita berdoa agar kita mempunyai kerendahan hati untuk mau diajar, dan terakhir kita berdoa agar Injil-Nya disebarluaskan. 

Akhir dari buku ini, penulis mengutip satu ayat dari Pengkhotbah, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkhotbah 12:13).

Apabila kita mengkhawatirkan suatu hal, maka khawatirlah untuk menjaga perintah-Nya. Apabila kita harus menakuti sesuatu, maka takutlah akan Allah, bukan masa depan. Hiduplah bagi Allah. Taatilah kitab suci. Pikirkanlah orang lain sebelum memikirkan diri kita sendiri. Jadilah kudus. Kasihilah Yesus. Dan ketika kita melakukan semua ini, lakukanlah apa pun yang kita sukai, dengan siapa pun yang kita sukai, dan kita akan berjalan dalam kehendak Allah.

Comments

Popular Posts